Sabtu, 29 Desember 2007

Teman Kerja...

Teman kerja, hmm...seperti apa yang diharapkan?? Kalau buat saya sebelumnya, teman kerja adalah teman yang bisa diajak kompromi, tahu dan mengerti tugas dan tanggung jawab masing-masing, pintar, sabar, ramah, humoris, dan setia kawan. Tapi apakah hal itu cukup?? Apakah itu bisa membuat kita semangat untuk berangkat kerja?? Benarkah dia bisa setia kawan dan mau jujur kepada kita??Ideal sekalikah??
Keadaan telah membuat pemikiran saya berubah tentang teman kerja yang sesungguhnya. Teman kerja buat saya saat ini adalah teman yang dapat membuat iman dan pengertian saya tentang hidup dapat semakin bertumbuh dan dewasa. Dia bisa saja tidak menyenangkan pada saat-saat tertentu, menegor saya pada saat saya salah, marah jika saya salah lagi dalam hal yang sama dan tidak mau untuk berubah. Dia bisa saja cerewet karena perfeksionis, terkadang kritis, tapi bisa saja sedikit fleksibel. Tidak toleran dengan kelalaian, sedikit keras, dan tegas.
Tapi dia bisa juga ada pada saat saya sedih, dan bukan dalam kondisi menyenangkan. Mungkin repot buat sebagian orang bahkan kebanyakan, tapi dia tidak. Dan dia senang untuk bersaing secara sehat. Lebih mendahulukan bagi siapa saja yang mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk maju. Ikut memotivasi pada saat-saat sulit. Mungkin dia tidak terlalu pintar, makanya dia membutuhkan kehadiran kita. Dia memberikan arti yang besar mengenai keberadaan kita, seolah-olah kita adalah inspirasinya di hari ini. Pada saat kita sukses dengan pekerjaan kita, dia ikut merayakannya dengan tulus. Dan yang terpenting dia seorang yang jujur dan mau menerima kita dengan segenap hati bukan karena adanya kepentingan tertentu demi percepatan karir yang serba instan.
Jadi dengan kondisi tersebut, saya merasakan lingkungan kerja yang diharapkan bisa menjadi lebih menyenangkan, semangat, kondusif, saling mendukung karena merasa satu dengan yang lain saling membutuhkan, tidak ada superior, dan tetap rendah hati meski memiliki kemampuan superman...
Tapi bagaimana untuk mendapatkannya tipe teman seperti itu....Apakah sulit??
Buat saya teman kerja seperti itu pernah saya jumpai, karena saya pernah ditegor, dan orang tersebut berani mengatakan yang benar meski diawal tegoran bagi saya sempat tidak mengenakan hati. Tapi saya berpikir ini demi pembelajaran dan perkembangan karakter saya! Jadi saya tidak lagi sakit hati padanya. Terus saya pernah tidak mendapatkan toleransi atas kelalaian saya, meski sebal, tapi karena itu saya jadi lebih teliti. Terus saya pernah sedikit depresi tentang kesulitan hidup karena usaha yang maksimal tidak membuat perubahan bagi saya, tapi dia bisa berkata bahwa bagian kita adalah kerja keras dan berharap (iman). Jadi bagian kompensasi biar Tuhan yang atur karena Dia adalah Bos yang sesungguhnya. Kemudian hal yang membuat saya berharga yaitu dia pernah meminta bantuan pada saya meski buat saya hal itu adalah bantuan mudah dan siapa saja bisa melakukannya. Tapi untuknya bantuan saya adalah hal yang paling berharga baginya dan dia ingat akan itu, karena itu bisa membuat pekerjaanya menjadi selesai dan dia merasa terlepas dari beban berat. Padahal kalau saya hitung dengan perumpamaan hal yang pernah dia lakukan buat orang lain adalah satu dibanding sepuluh yang dia beri untuk orang lain. Berarti dia kan salah satu superman tapi tetap rendah hati...karena tetap merasa perlu bantuan orang lain.
Oh ya ini yang terkahir (beneran kok) buat saya dia mungkin termasuk orang yang tidak pintar-pintar banget jadi yah...biasa-biasa saja habis IPK-nya nggak beda jauh dengan saya (hehe...), tapi dia akan selalu ada pada saat saya kesulitan dan kehadirannya pada saat itu meski tidak langsung menyelesaikan masalah bagi saya keberadaanya membuat saya ada teman yang mendampingi dan mau ikut-ikutan pusing lalu ikut tertawa jika sama-sama mentok pada masalah tersebut. Kemudian pada saat saya bete dan meyebalkan bagi orang lain, tapi bagi dia tetap berupaya menyenangkan saya dan mau membela saya dan tidak menjatuhkan saya di depan orang banyak, meski nantinya secara empat mata dia akan memberitahukan apa yang keliru tentang saya barusan.
Jadi untuk menemukan teman kerja yang seperti itu, pasti akan ada ditemukan disekitar kita, tapi kita mungkin lebih sering mengabaikannya karena mereka mungkin tidak akan selalu bersikap ramah, menyenangkan, humoris, selalu sabar, mau kompromi, dan pintar. Sebab mereka biasanya adalah tipe orang yang hanya mau berusaha belajar untuk berbuat benar, kerja keras, disiplin, taat aturan kerja (cenderung kaku?? tapi nggak kok sebenarnya), mau belajar dari kesalahan, dan mungkin tidak sepintar dari orang-orang jenius, dan selalu berusaha tulus dalam melakukan segala hal. Sehingga hal ini membuat saya menjadi sering belajar tentang hidup yang harus dijalani dan bertanggung jawab. Apakah ini terlalu ideal?? Saya rasa tidak! Jadi semoga Anda menemukannya juga...Selamat Tahun Baru 2008, semoga hidup dan karya Anda menjadi lebih baik dan menginspirasi bagi orang banyak.

Senin, 17 Desember 2007

Apa arti dari pertemanan??


Dalam sehari-hari kita dipertemukan dengan banyak orang. Baik disengaja atau dengan yang tidak sengaja. Mungkin diantara kita intensitas pertemuan itu pasti berbeda. Ada yang sering, biasa-biasa saja, dan mungkin ada yang jarang. Untuk yang sering mungkin dia adalah tipe orang yang senang bergaul, senang bertemu dengan orang baru, dan dia nyaman pada suatu lingkungan yang baru. Selain itu bisa jadi karena dituntut dari pekerjaan misalnya menjadi seorang marketing atau sales. Dan untuk yang biasa-biasa saja bisa jadi dia hanya orang-orang biasa pada umumnya. Jadi hanya ketemu karena faktor kebetulan dan lebih cenderung agak pasif. Sebab dia hanya mau berinteraksi jika dimungkinkan kalau merasa nyaman dengan orang yang dihadapinya. Kemudian untuk orang yang jarang bertemu mungkin juga orang ini adalah orang yang tidak suka bertemu dengan orang banyak. Tapi ini disebabkan bukan karena faktor benci, dendam, atau kesal. Jadi karena faktor tipe dari pembawaan pribadi seseorang yang kurang nyaman jika bertemu dengan orang baru, apalagi dalam komunitas besar yang baru. Atau bisa jadi tipe ini adalah karena tuntutan kerja. Ya misalnya saja dia lebih sering bekerja pada suatu ruangan tertentu yang tidak memerlukan orang banyak dan aktivitas ini sangat rutin dan membutuhkan waktu yang panjang dalam bekerja sehari-harinya. Misalnya seorang profesor yang asyik hidup diruangan lab-nya atau seorang maniak gamers yang cukup hidup di dalam kamarnya tanpa butuh seorang teman yang banyak.


Dalam melakukan hubungan dari pertemuan tersebut untuk hal ini diyakinkan juga pasti setiap orang akan berbeda-beda. Dan ini sangat tergantung pada kebutuhan atau tujuan yang akan dilakukan untuk meneruskan tindak lanjut dari pertemuan awal.Hal paling menarik dan sangat nyata adalah hasil dari pertemuan ini saya bagikan menjadi dua. Pertama hasil pertemuan bisa menjadi berkesan dan yang kedua bisa menjadi tidak berkesan. Meski ada peluang-peluang lain tapi saat ini saya lebih suka membaginya menjadi dua bagian tersebut.

Hasil pertemuan yang bekesan biasanya akan melakukan tingkatan hubungan selanjutnya. Dan kebutuhan ini tergantung dari awal keperluan dari pertemuan awal sebelumnya. Hal yang memungkinkan dan yang saat ini pasti sangat diperlukan adalah membuka hubungan yang mengarah kepada pertemanan. Dan untuk masuk kedalam hubungan ini hampir semua orang bisa melakukannya. Kenapa hal tersebut sangat perlu, sebab jaman sekarang hampir setiap aktivitas dapat dilakukan dengan mudah jika kita mempunyai teman yang banyak dan tersebar di banyak tempat. Hal ini tentu saja banyak memberikan manfaat baik untuk pekerjaan atau sekedar menjalin hubungan sosial saja. Dengan banyak teman semakin banyak kesempatan kita untuk belajar mengenai hidup. Dan pembelajaran ini memiliki nilai yang tinggi yang tidak dapat diukur oleh materi berupa uang. Hubungan pertemanan bisa sangat kuat jika hubungan tersebut dipelihara dengan baik. Dan penunjang salah satu yang penting dari menjaga pertemanan tersebut adalah sikap memiliki kasih dan pengertian. Satu hal yang penting bahwa untuk menentukan kualitas dalam pertemanan ini bukan masalah waktu atau lamanya berhubungan. Tapi saya sangat percaya bahwa yang menentukan kualitas pertemanan adalah yang terbawa dari hati yang paling dalam yang selalu berupaya untuk jujur dan apa adanya, serta upaya untuk menghargai apapun yang ada dari teman kita saat ini.

Kemudian untuk hasil yang kurang berkesan biasanya kita cenderung untuk tidak melanjutkan ke tahap pertemuan selanjutnya. Dan hal ini terjadi bisa banyak faktor. Tapi saya lebih suka untuk tetap menghargai dari pertemuan awal yang sudah dilakukan. Dan tetap untuk tidak memberikan penilaian negatif kepada orang yang menurut kita kurang berkesan di awal pertemuan. Ya...kesan pertama bagi saya bisa menipu!! Jadi apapun yang hendak kita lalukan sebaiknya tetaplah untuk berpikir objektif dan tetap berusaha menghargai orang tersebut. Sebab siapa tahu untuk jangka panjang ternyata orang tersebut adalah sahabat sejati yang kita cari-cari selama ini yang selalu berupaya untuk mengasihi, jujur, menolong dengan tulus, dan menghargai kita apa adanya.

God Bless you All.

Selasa, 04 Desember 2007

Talent Management

Pertanyaan

Yth:

1. Apakah yang dimaksud dengan talent management? Mengapa istilah ini muncul?
2. Apakah konsep SDM berbasis kompetensi belum cukup untuk menjawabnya?
3. Apa yang membedakan antara konsep ini dengan konsep SDM berbasis kompetensi?
4. Prinsip-prinsip apa yang diperlukan untuk menjalankan talent management?
Terimakasih banyak atas kesediaan untuk jawabannya. Salam sejahtera.

Jawaban

Yth.
Terima kasih atas pertanyaannya.
Jawaban ini saya peroleh dari berbagai sumber yang semuanya saling mendekati. Mudah-mudahan berguna.

1. Talent management adalah pengembangan SDM berdasarkan bakat seseorang. Istilah ini
muncul karena adanya perbedaan antara para praktisi dan para teorist di lapangan usaha,
sehingga diperlukan suatu teknik dalam pengembangan SDM. Kedua unsur tersebut sangat
perlu untuk dipersatukan, untuk mempermudah pencapaian suatu sasaran perusahaan.

2. Konsep SDM berbasis kompetensi dirasa belum cukup bagi perusahaan yang menghargai
para praktisi, karena tolok ukur kompetensi biasanya cenderung dirancang lebih kepada
teori. Para praktisi merasa kurang pas dengan konsep itu, maka timbulah beberapa metode,
satu diantaranya adalah talent management. Sekalipun masih ada yang berpendapat bahwa
arah karir para praktisi adalah Non Managerial, sedangkan arah karir para teorist adalah
Managerial. Silahkan anda sendiri yang memilih arah tersebut.

3. Perbedaannya terletak pada desain kompetensi. Konsep SDM berbasis kompetensi lebih
kepada teori sedangkan SDM berbasis talenta penekanannya lebih kepada apresiasi jam
terbang di lapangan.

4. Prinsip – prinsip yang biasa digunakan untuk menjalankan talent management adalah
kepercayaan, pengembangan SDM berbasis kualitas kerja dan penghargaan atas masa
kerja.

Mudah-mudahan masih ada perusahaan yang tanggap akan hal ini sehingga masih ada peluang karir bagi para praktisi yang berangkat dari jenjang yang paling bawah.

Semoga bermanfaat.

PT Unggul Indah Cahaya Tbk.

Perusahaan sangat memahami bahwa sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilannya. Sadar akan pentingnya kualitas dari tenaga kerja untuk mencapai standar yang diperlukan baik oleh pelanggan-pelanggan lokal maupun internasional, Perusahaan menyadari bahwa sumber daya manusia adalah sumbangan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan Perusahaan. Perusahaan bangga akan kemampuannya dalam menyediakan kesempatan bagi seluruh karyawan untuk mengembangkan kreatifitas, memajukan prospek usaha dan mencapai tujuannya untuk menjadi Perusahaan yang mendunia.

Perusahaan menyediakan berbagai manfaat sosial untuk kesejahteraan para karyawannya, seperti asuransi, pengobatan dan dana pensiun dengan tujuan untuk menciptakan iklim kerja yang aman dan nyaman. Sebagai tambahan, gaji dan bonus diberikan berdasarkan prestasi kerja agar dapat memotivasi para karyawan untuk bekerja sebaik-baiknya.

Komitmen Perusahaan untuk mempertahankan komunikasi yang baik dan saling pengertian dengan seluruh karyawannya, serta kinerja yang kuat, memungkinkan bagi Perusahaan untuk memelihara tenaga kerjanya. Perusahaan akan terus meningkatkan kerjasama tim dan komunikasi internal agar dapat mempertahankan efisiensi biaya dan untuk mengoptimalkan efektifitas karyawan.


Keunggulan Kompetitif

Walaupun Perusahaan merupakan satu-satunya penghasil AB di Indonesia, Perusahaan tetap bersaing dengan perusahaan manufaktur lainnya di luar negeri. Akan tetapi, Perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif dari segi harga yang lebih murah sejak produk impor dikenakan pajak impor sebesar 5,00% dan biaya logistik sebesar 3,00%.

Perusahaan selalu menekankan komitmennya untuk menjaga kualitas produknya dan telah mendapat pengakuan atas usahanya dengan memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000.
Perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengirimkan produk-produknya secara “ just-in-time ”, yang memungkinkan Perusahaan memasok para pelanggannya dengan tepat waktu. Kemampuan untuk menerapkan jenis jasa pengiriman tersebut memungkinkan para pelanggan untuk meminimalkan biaya penyimpanan mereka dan mengatur pemakaian persediaannya menjadi lebih efisien.

Sebagai suatu organisasi bisnis, Perusahaan harus menghadapi sejumlah risiko usaha dalam menangani kegiatan usahanya dan saat ini Perusahaan telah berhasil dalam berbagai usahanya. Sejak tahun 2003, Perusahaan telah ikut serta dalam Cross Currency and Interest Rate Swap dengan tujuan untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul dari adanya fluktuasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

Sebagai organisasi usaha, Perusahaan harus menghadapi beberapa risiko usaha di dalam menjalankan operasinya dan saat ini Perusahaan dengan usahanya telah berhasil meminimalkan risiko-risiko tersebut. Sejak tahun 2003, Perusahaan telah ikut serta dalam Cross Currency Interest Rate Swap dengan tujuan untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul dari fluktuasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.


(Komentar: Dengan melihat cara pandang pada SDM-nya, diharapkan bahwa PT Unggul Indah Cahaya Tbk. dapat menjadi contoh bagi perusahaan2 lain yang ada di negara kita agar dapat menjalankan sistem SDM dengan secara benar dan tidak hanya sekedar menjalankan fungsi administrasi saja tetapi mengarah kepada pengembangan SDM yang baik dan modern serta terencana dan juga selalu berupaya meningkatkan kompetensi dari setiap SDM yang dimilikinya. Sehingga hal ini akan dengan sendirinya dapat meningkatkan nilai bersaing bagi perusahaannya yang tidak hanya sekedar berfokus pada produk2 yang mereka miliki.)

PERAN STRATEGIS MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Rudy C Tarumingkeng:

Bahan ini dimaksudkan sebagai bab pendahuluan dari mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang disiapkan khusus untuk mahasiswa Program Pasca Sarjana --Magister Manajemen UKRIDA yang mencakup lawas (scope) mata kuliah MSDM, pentingnya SDM, kecenderungan global: perubahan dan pergeseran dalam fungsi manajer serta antisipasi yang perlu diperhatikan manajemen sumber daya manusia di abad 21.


Pentingnya SDM

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi. Selanjutnya, MSDM berarti mengatur, mengurus SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara optimum. Karenanya, MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen (Management Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam pelaksanaan proses-proses perencanaan, pengorganisasian, staffing, memimpin dan mengendalikan.
Foulkes (1975) memprediksi bahwa peran SDM dari waktu ke waktu akan semakin strategis dengan ucapan berikut:
“For many years it has been said that capital is the bottleneck for a developing industry. I don’t think this any longer holds true. I think it’s the work force and the company’s inability to recruit and maintain a good work force that does constitute the bottleneck for production. … I think this will hold true even more in the future.”[2]

Tidak heran jika sekarang untuk SDM yang handal digunakan terminologi human capital yang semakin santer kita dengar.


Lawas mata kuliah MSDM

Lawas mata kuliah MSDM sesuai dengan fungsi MSDM yaitu hal ihwal staffing dan personalia dalam organisasi, yang mencakup analisis tugas/jabatan, rekrutmen dan seleksi calon tenaga kerja, orientasi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan pengembangan SDM. Karena sebagian atau seluruh tugas tentang penempatan personalia yang tepat untuk tugas yang tepat, orientasi, pelatihan, pemberian imbalan, promosi, pendisiplinan serta penilaian kerja untuk perbaikan kinerja merupakan tugas setiap manajer maka scope MSDM mencakup seluruh tugas tentang SDM yang diemban oleh setiap manajer. Dan aspek manajemen serta SDM demikian strategis dan demikian luasnya, maka MSDM melibatkan banyak aspek, terutama dengan faktor-faktor lingkungan internal organisasi (kekuatan dan kelemahan) serta lingkungan eksternal (peluang dan ancaman).

Tantangan manajer masa kini adalah merespons perubahan-perubahan eksternal agar faktor-faktor lingkungan internal perusahaan menjadi kuat dan kompetitif.


MSDM Strategis

Dessler (2000) mendefinisikan Manajemen SDM strategis sebagai berikut:
“Strategic Human Resource Management is the linking of Human Resource Management with strategic role and objectives in order to improve business performance and develop organizational cultures and foster innovation and flexibility”. [3]

Jelaslah bahwa para manajer harus mengaitkan pelaksanaan MSDM dengan strategi organisasi untuk meningkatkan kinerja, mengembangkan budaya korporasi yang mendukung penerapan inovasi dan fleksibilitas.

Peran strategis SDM dalam organisasi bisnis dapat dielaborasi dari segi teori sumber daya, di mana fungsi perusahaan adalah mengerahkan seluruh sumber daya atau kemampuan internal untuk menghadapi kepentingan pasar sebagai faktor eksternal utama. Sumber daya sebagaimana disebutkan di atas, adalah SDM strategis yang memberikan nilai tambah (added value) sebagai tolok ukur keberhasilan bisnis. Kemampuan SDM ini merupakan competitive advantage dari perusahaan. Dengan demikian, dari segi sumber daya, strategi bisnis adalah mendapatkan added value yang maksimum yang dapat mengoptimumkan competitive advantage. Adanya SDM ekspertis: manajer strategis (strategic managers) dan SDM yang handal yang menyumbang dalam menghasilkan added value tersebut merupakan value added perusahaan.

Value added adalah SDM strategis yang menjadi bagian dari human capital perusahaan.

Kecenderungan global: Perubahan, pergeseran

Manajer masa kini dituntut untuk cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan lingkungan yang berlangsung cepat. Tingginya dinamika atau cepatnya perubahan dapat tergambar dari total perdagangan (impor dan ekspor) Amerika Serikat pada tahun 1991 bernilai US$ 907 milyar, pada tahun 1996 meningkat menjadi US$ 1.4 trilyun. Perubahan ini disebabkan antara lain oleh:
· berbagai kemajuan teknologi yang berlangsung sangat cepat pada 10-20 tahun terakhir,
terutama dalam telekomunikasi, penggabungan komputer dengan komunikasi, CAD,
CAM dan robotika.
· pengaruh globalisasi: perusahaan manufaktur Amerika Serikat memanfaatkan buruh murah
di negara-negara berkembang, persaingan yang semakin mendunia, produksi manufaktur
multinasional (Toyota di AS, IBM di Jepang dsb.).
pengaruh deregulasi atau berkurangnya pengaturan harga, entry tariff dsb. oleh pemerintah, proteksi dan monopoli yang semakin berkurang menyebabkan munculnya berbagai perusahaan baru dalam bidang telekomunikasi, penerbangan, bank yang beroperasi dengan biaya yang relatif lebih rendah (sangat kompetitif).
· demografi tenaga kerja global yang berubah, mengarah kepada workforce diversity,
diskriminasi tenaga kerja yang semakin longgar, bertambahnya tenaga usia tua dan
tenaga kerja wanita
· perubahan sistem sosio-politik seperti Rusia yang menjadi kapitalis, RRT yang menjadi
negara industri, berdirinya asosiasi-asosiasi regional (EU, NAFTA, APEC dll.) yang bertujuan
antara lain untuk kerjasama ekonomi, liberalisasi dan deregulasi perdagangan; reformasi di
Indonesia yang meruntuhkan orde baru mestinya membawa paradigma baru di dunia usaha.

Pergeseran-pergeseran yang telah disebutkan di atas berdampak kepada semakin banyaknya pilihan bagi konsumen; terjadinya mergers, joint-venture dan bahkan divestasi dan menutup usaha; siklus hidup produk menjadi lebih pendek dan terjadi fragmentasi pasar. Fenomena-fenomena tersebut menimbulkan ketidak pastian sebagai tantangan terhadap tugas manajer. Menjawab tantangan ini, agar dapat bersaing dan sustainable sesuai tuntutan perubahan, organisasi bisnis harus responsif, cepat bereaksi dan cost-effective.

Organisasi yang lebih datar (flat organization) kini menjadi norma baru. Organisasi piramidal dengan 7 – 10 lapis kini mulai di”datar”kan menjadi hanya 3 – 4 lapis (AT&T dan GE dari 12 kini menjadi hanya 6 lapis atau kurang). Bentuk piramidal kini bahkan dianggap kuno, tradisional, out of style, “rantai komando” semakin tidak diikuti, tetapi tentunya dengan operating procedures yang jelas. Ini juga menjadi pertimbangan bagi organisasi perguruan tinggi. Jika kita benar mengacu kepada cost effectiveness dan fungsi-fungsi line and staff management yang efisien, apakah memang diperlukan adanya para pembantu dekan jika sudah ada pembantu rektor, atau sebaliknya? Bukankah staff dan line functions kedua management lines tersebut sama? Apakah tidak terdapat redundancy yang berakibat pemborosan? Yang jelas kita mengikuti pola ini karena kepatuhan kepada peraturan pemerintah yang memang memerlukan debirokrasi. Kita tidak akan membahas masalah-masalah perlunya debirokrasi dan pemborosan yang berlebihan di negara kita sekarang ini karena untuk melakukannya mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun, yang tentunya juga kurang manfaatnya jika para penentu policy enggan mendengarkan apalagi mau mengubahnya.

Perampingan personalia (downsizing),), dan kecenderungan bekerja dalam team yang lebih mendasarkan kerjanya kepada process, bukan fungsi spesialisasi, semakin menonjol. Istilah pemberdayaan yang kini digunakan dalam banyak aspek, juga merambah ke manajemen SDM. Pemberdayaan tenaga kerja (employee empowerment) dilaksanakan terutama bagi front line employees (seperti front desk clerks) untuk memberikan kepuasan maksimum kepada pelanggan.

Berkaitan dengan kiprah manajer mengantisipasi perubahan struktur organisasi bisnis, Prof. Rosebeth Moss Kanter mengatakan:
“Position, title and authority are no longer adequate tools for managers to rely on to get their jobs done. Instead, success depends increasingly on tapping into sources of good idea, on figuring out whose collaboration is needed to act on those ideas, and on working with both to produce results.” [4]

Manajemen sekarang telah banyak berubah dari keadaan 20-30 tahun lampau, di mana human capital menggantikan mesin-mesin sebagai basis keberhasilan kebanyakan perusahaan. Drucker (1998), pakar manajemen terkenal bahkan mengemukakan bahwa tantangan bagi para manajer sekarang adalah tenaga kerja kini cenderung tak dapat diatur seperti tenaga kerja generasi yang lalu. Titik berat pekerjaan kini bergerak sangat cepat dari tenaga manual dan clerical ke knowledge-worker yang menolak menerima perintah (“komando”) ala militer, cara yang diadopsi oleh dunia bisnis 100 tahun yang lalu.[5]

Kecenderungan yang kini berlangsung adalah, angkatan kerja dituntut memiliki pengetahuan baru (knowledge-intensive, high tech.- knowledgeable) , high tech.- knowledgeable) yang sesuai dinamika perubahan yang tengah berlangsung. Tenaga kerja di sektor jasa di negara maju (kini sekitar 70 persen) dari tahun ke tahun semakin meningkat, dan tenaga paruh waktu (part-timer) juga semakin meningkat. Pola yang berubah ini menuntut “pengetahuan” baru dan “cara penanganan” (manajemen) yang baru. Human capital yang mengacu kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, ekspertis tenaga kerja perusahaan kini menjadi sangat penting, dibandingkan dengan waktu-waktu lampau[6].

Dalam ketegori workforce diversity, sedang berlangsung peningkatan umur manusia yang berdampak kepada meningkatnya umur lanjut memasuki angkatan kerja. Di AS dalam 20 tahun terakhir (sejak 1979) terjadi peningkatan umur median dari 34.7 tahun ke 37.8 (1995) dan diproyeksikan menjadi 40.5 pada tahun 2005, sedang berlangsung peningkatan umur manusia yang berdampak kepada meningkatnya umur lanjut memasuki angkatan kerja. Di AS dalam 20 tahun terakhir (sejak 1979) terjadi peningkatan umur median dari 34.7 tahun ke 37.8 (1995) dan diproyeksikan menjadi 40.5 pada tahun 2005[7]. Demikian pula tenaga kerja wanita termasuk wanita berkeluarga dan dual career secara global cenderung meningkat.

Bank teller, operator telepon, juru tik, semua kini menggunakan komputer sehingga penguasaan atas komputer bukan lagi fakultatif atau alternatif tetapi mutlak bagi angkatan kerja white collar sekarang ini. Berlangsungnya progress globalisasi dan teknologi di Indonesia juga tidak ketinggalan. Perhatikan iklan Arthur Anderson/Prasetyo Strategic Consulting, operator telepon, juru tik, semua kini menggunakan komputer sehingga penguasaan atas komputer bukan lagi fakultatif atau alternatif tetapi mutlak bagi angkatan kerja white collar sekarang ini. Berlangsungnya progress globalisasi dan teknologi di Indonesia juga tidak ketinggalan. Perhatikan iklan Arthur Anderson/Prasetyo Strategic Consulting[8], yang membuka pelamar kerja untuk Information Technology Systems and Network Security Consultants Systems and Network Security Consultants (yang menguasai IT security products seperti Firewall etc.); Enterprise Solutions Risk Management Consultants (pengalaman dalam implementasi SAP review/audit, Oracle, project management); Banking Systems Specialist, Telecommunications System Consultants (a.l. berpengalaman dalam finance & accounting system, internet service provision, E-Commerce, EDP audit etc.); E-Business consultants, dan Integrated Customer Solutions Consultants.

Penutup

Jelaslah bahwa dinamika bisnis awal abad 21 sekarang mengandung kata-kata kunci seperti: high tech knowledge-based HR, strategic management, IT, e-business (banking, commerce, procurement etc.). Inilah antara lain tantangan manajer masa kini, dan angkatan kerja abad 21. Lembaga pendidikanpun perlu berubah, perlu menyesuaikan diri, tinggalkan paradigma lama agar tak tertinggal bersama keusangan abad yang lalu.

Kepustakaan/Acuan

Dessler, Gary (2000): Human Resource Management, International Edition, 8th Ed. Prentice Hall, Inc., Upper Saddle River, New Jersey.
Jarvis, Chris: http://sol.brunel.ac.uk/~jarvis/bola/personnel/index.html#pest
Andi Dungan, PhD: http://www.graceland.edu/~dungan/hrm/homepage_hrm.html



KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH


MENTERITENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSANMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASIREPUBLIK INDONESIA

NOMOR : KEP. 49/MEN/2004
TENTANG
KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
a.bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 92 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, perlu diatur ketentuan struktur dan skala upah;

b. bahwa untuk ikut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional Nomor 100 mengenai Pengupahan yang Sama Bagi Buruh Laki-
laki dan Wanita untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 171 Tahun 1957, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2153);


2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4279);

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan
Kabinet Gotong Royong.


Memperhatikan:
1. Pokok-pokok Pikiran Sekretariat Lenbaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret
2004;

2. Kesepakatan Rapat Pleno Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional tanggal 23 Maret 2004;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN STRUKTUR DAN SKALA UPAH.

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini dimaksud dengan :
1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-
undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan
dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
2. Struktur upah adalah susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau
dari yang tertinggi sampai yang terendah.
3. Skala upah adalah kisaran nilai nominal upah untuk setiap kelompok jabatan.
4. Jabatan adalah sekumpulan pekerjaan dalam organisasi perusahaan.
5. Analisa jabatan adalah proses metoda secara sistimatis untuk memperoleh data jabatan,
mengolahnya menjadi informasi jabatan yang dipergunakan untuk berbagai kepentingan
program kelembagaan, ketatalaksanaan dan Manajemen Sumber Daya Manusia.
6. Uraian jabatan adalah ringkasan aktivitas-aktivitas yang terpenting dari suatu jabatan,
termasuk tugas dan tanggung jawab dan tingkat pelaksanaan jabatan tersebut;
7. Evaluasi jabatan adalah proses menganalisis dan menilai suatu jabatan secara sistimatik
untuk mengetahui nilai relatif bobot jabatan-jabatan dalam suatu organisasi.
8. Pengusaha adalah :
a. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri;
b. orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan
perusahaan bukan miliknya ;
c. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan diluar wilayah
Indonesia.
9. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam
bentuk lain.


Pasal 2
Pengusaha menyusun struktur dan skala upah dalam penetapan upah pekerja/buruh diperusahaan.
Pasal 3
Dalam penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dilaksanakan melalui :a. analisa jabatan;b. uraian jabatan;c. evaluasi jabatan;
Pasal 4
Dalam melakukan analisa, uraian dan evaluasi jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diperlukan data/informasi
a. bidang usaha dari perusahaan yang bersangkutan;
b. tingkat teknologi yang digunakan;
c. struktur organisasi;d. manajemen perusahaan.
Pasal 5

(1) Analisa jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, merumuskan jabatan-jabatan
baik tenaga pelaksana, non manajerial, maupun manajerial dalam suatu perusahaan.
(2) Analisa jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan menghasilakan uraian jabatan
dalam organisasi perusahaaan meliputi :

a. identifikasi jabatan;
b. ringkasan tugas;
c. rincian tugas;
d. spesifikasi jabatan termasuk didalamnya :
d.1. pendidikan;
d.2. pelatihan/kursus;
d.3. pengalaman kerja;
d.4. psikologi (bakat kerja, tempramen kerja dan minat kerja);
d.5. masa kerja;
e. hasil kerja;
f. tanggung jawab.
Pasal 6

(1) Evaluasi jabatan berfungsi untuk mengukur dan menilai jabatan yang tertulis dalam uraian
jabatan dengan metoda tertentu.
(2) Faktor-faktor yang diukur dan dinilai dalam evaluasi jabatan antara lain :

a. tanggung jawab;
b. andil jabatan terhadap perusahaan;
c. resiko jabatan;
d. tingkat kesulitan jabatan;
(3) Hasil evaluasi jabatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan antara lain :

a. penetapan upah;
b. penilaian pekerjaan;
c. penetapan kebijakan pengembangan sumber daya manusia perusahaan.

Pasal 7

Dasar pertimbangan penyusunan struktur upah dapat dilakukan melalui :
a. Struktur organisasi;
b. rasio perbedaan bobot pekerjaan antar jabatan;
c. kemampuan perusahaan;
d. upah minimum;
e. kondisi pasar.

Pasal 8

(1) Penyusunan skala upah dapat dilakukan melalui :

a. skala tunggal;
b. skala ganda.
(2) Dalam skala tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, setiap jabatan pada
golongan jabatan yang sama mempunyai upah yang sama.
(3) Dalam skala ganda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, setiap golongan jabatan
mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi.

Pasal 9

(1) Skala ganda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, dapat berbentuk skala
ganda berurutan dan skala tumpang tindih.
(2) Dalam hal skala ganda berurutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), upah tertinggi pada
golongan jabatan dibawahnya lebih kecil dari upah terendah pada golongan jabatan
diatasnya.

Pasal 10

(1) Petunjuk teknis penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana terlampir merupakan
pedoman sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini.
(2) Penyusunan struktur dan skala upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi dan
mempertimbangkan kondisi perusahaan.

Pasal 11

Keputusan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 April 2004



MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA



JACOB NUWA WEA

Minggu, 02 Desember 2007

Management Talent Harus Jadi Perhatian Bersama

Management talent bukan hanya merupakan tanggung jawab HR. Melainkan juga harus menjadi concern top management. Di samping itu, komitmen untuk memperhatikan talent di dalam perusahaan perlu dicanangkan dari awal agar infrastrukturnya juga bisa disiapkan sejak dini.
Demikian diungkapkan Direktur Pengembangan Human Capital Exelcomindo Pratama Joris de Fretes ketika menjadi permibaca dalam seminar "Transforming HR into a Business Partner 2: Great People Great Organization" di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (2/8/07).

"Top management harus punya komitmen terhadap talent managemen sehingga HR tidak pontang-panting dan tidak dijadikan kambing hitam kalau ada apa-apa di kemudian hari," ujar dia.
Joris mengajukan model yang cukup sederhana untuk menemukan talent dalam perusahaan, yakni dengan tiga building block. Masing-masing adalah kompetensi, performance management dan evaluasi karyawan berpotensi.
"Sebelum mengidentifikasi talent, HR sebaiknya duduk bersama-sama top management untuk mendefinisikan kompetensi yang dibutuhkan perusahaan," saran dia.

Di samping itu, lanjut Joris, upaya untuk menemukan talent juga tidak bisa dilepaskan dari performance management. "Di sini kita akan bertemu dengan mitos dan realitas. Performance management dimaksudkan untuk menggerakkan perusahaan mencapai hasil-hasil sesuai tujuan yang telah ditetapkan, itu mitosnya."
"Realitasnya, perlu diperhatikan, performance management bisa menimbulkan ketidakpuasaan di kalangan karyawan, karena banyak manajer yang belum siap dengan tool-nya. Dan, manajer sendiri juga belum tentu siap dinilai anak buahnya."
Seminar digelar dalam empat sesi yang masing-masing mengusung isu seputar "transforming HR". Joris berbicara dalam sesi "Winning the War for Talent" dan menurut dia selain tiga building block tersebut, talent management harus didukung dengan program reward yang bagus.

Hal pertama yang ditekankan oleh Joris, reward hendaknya tidak semata dipahami sebagai sesuatu yang bersifat cash. Diingatkan, cash adalah bagian dari total pay, dan total pay sendiri hanyalah satu bagian dari komponen reward yang lain.
Joris bahkan menegaskan, cash reward (saja) tidak cukup efektif untuk mempertahankan talent tetap tinggal di perusahaan. "Mereka juga butuh individual growth, compelling future dan positive workplace."
Seminar "Transforming HR" diselenggarakan oleh PortalHR.com berkerja sama dengan Majalah Human Capital, Multi Talent Indonesia, Oracle dan Daya Dimensi Indonesia serta Advanced Career.


portalhr.com

Pola Kerja Virtual Makin Menantang HR

Tren rekrutmen karyawan melalui jalur online terus meningkat. Bahkan lebih dari itu, kini makin banyak perusahaan yang melakukan pelatihan dan manajemen staf lewat internet. Kecenderungan tersebut membuat para profesional HR bekerja dengan orang-orang yang tak pernah mereka temui.

Aktivitas perusahaan yang banyak dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet telah menjadikan orang-orang HR sebagai pemberi jasa pelayanan bagi tim virtual.
Sebuah perusahaan bisnis outsourcing global TeleTech pekan lalu mengumumkan rencana mereka untuk merekrut lebih dari 700 staff untuk melayani virtual customer baru yang telah mapan di Inggris. Nantinya, staf yang diterima akan bekerja secara online, dari rumah, dan tidak pernah bertemu dengan manajer mereka secara langsung.
'Kantor-cyber' tersebut dimaksudkan untuk membuka pasar tenaga kerja bagi staf yang secara fisik tidak bisa bepergian, dan bagi mereka yang membutuhkan aturan kerja yang lebih fleksibel.

Managing Director TeleTech Cormac Twomey kepada Personnel Today mengungkapkan, "Kami melihat saat ini tengah terjadi pergeseran dalam pola kerja, di mana bekerja dari rumah semakin diterima. Orang ingin kembali ke tempat kerja, tapi pada saat yang sama maunya?cukup fleksibel untuk dekat dengan rumah dan keluarga mereka."
Dalam pola kerja yang baru tersebut, karyawan bergabung dengan chat room intranet untuk meng-up date perkembangan bisnis, dan menjadi bagian dari komunitas virtual. Para manajer operasional online secara reguler, menelepon atau mengirim email kepada staf mereka sepanjang hari.

"Kami sadar bahwa orang-orang yang bekerja dari rumah merasa tidak terikat," ujar Twomey. "Tapi, kami melakukan seminar-seminar berbasis-web, menggunakan modul-modul self-learning, menjaga kontak telepon dan memiliki ruang-ruang training virtual lengkap dengan pelatih online, sehingga selalu ada human contact di tengah lingkungan online."
Sektor kerja virtual sedang berkembang dan Twomey memprediksikan, orang-orang akan menjadi semakin nyaman dengan itu.

portalhr.com

Perusahaan Perlu Berbuat Lebih Banyak untuk Mengikat Karyawan

Peringatan buat segenap jajaran manajer, supervisor dan para pimpinan perusahaan. Sebagian besar karyawan ternyata menilai bahwa atasan-atasan mereka tidak berbuat banyak untuk memotivasi anak buah untuk bekerja lebih baik, dan gagal mendorong pegawai untuk berkontribusi pada organisasi.

Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Tower Perrin dan melibatkan hampir 90 ribu karyawan di seluruh dunia menemukan, banyak karyawan yang tidak percaya organisasi mereka, atau manajemen yang menangani mereka, telah cukup berusaha untuk membantu --atau, mempertahankan mereka tetap-- terikat dengan perusahaan.

Hanya seperlima yang mengaku merasa terikat dengan pekerjaan mereka, dengan hanya sekitar sepertiga yang menyatakan merasa agak atau sepenuhnya terikat.
Studi juga menemukan, perusahaan-perusahaan dengan tingkat keterikatan karyawan yang tinggi memiliki capaian hasil-hasil keuangan yang bagus dan lebih sukses dalam meretensi karyawan, dibandingkan dengan perusahaan dengan tingkat 'employee engagement' yang rendah.

"Global Workforce Study yang kami lakukan menggarisbawahi keterkaitan yang erat antara tingkat-tingkat engagement dengan kinerja keuangan dan, untuk pertama kalinya, mulai mengkuantifikasikan keterkaitan tersebut," ujar Direktur Pengelola dan Kepala Bagian Workforce Effectiveness Towers Perrin Julie Gebauer.
"Ditemukan bahwa, pada saat perusahaan mencari setiap sumberdaya bagi keuntungan kompetitif, kekuatan karyawan itu sendirilah yang tampil sebagai sumber yang paling potensial," tambah dia.

Studi global ini juga menemukan hubungan langsung antara 'engagement' dengan retensi karyawan. Di mana, separo dari karyawan yang 'engaged' mengaku tidak memiliki rencana untuk meninggalkan perusahaan tempat mereka bekerja --berbanding 15% untuk karyawan yang 'disengaged'.
Kurang dari 5% karyawan yang 'engaged' mengatakan bahwa mereka secara aktif masih terus mencari peluang kerja baru, berbanding dengan lebih dari seperempat untuk karyawan yang 'disengaged'. "Salah satu temuan kunci dari studi ini adalah bahwa organisasi itu sendiri merupakan pengaruh terkuat bagi keterikatan karyawan," simpul Julie Gebauer.
"Nilai-nilai personal dan faktor-faktor pengalaman kerja hanya sedikit mempengaruhi engagement dibandingkan dengan apa yang dilakukan perusahaan, " tambah dia.

portalhr.com

Orang HR Belum Anggap Penting Faktor Work/Life Balance

Rabu, 14 November 2007 - 10:32 WIB

Hampir sembilan dari sepuluh karyawan akan mencari pekerjaan yang memberikan fleksibilitas atau bisa dilakukan jarak jauh jika mereka pindah kantor. Namun, hanya separo dari profesional HR yang menempatkan hal tersebut sebagai sesuatu yang penting yang harus disediakan oleh perusahaan.

Survei yang dilakukan lembaga raksasa bidang rekrutmen Monster menemukan bahwa keseimbangan antara hidup dan kerja, khususnya jadwal kerja yang fleksibel dan kerja jarak jauh menjadi nilai jual utama yang akan diburu oleh karyawan ketika mereka ingin pindah tempat kerja.

Namun, hanya separo dari orang-orang di departemen HR yang mempertimbangkan hal tersebut sebagai bagian penting dari hiring mix.

Lebih jauh ditemukan, sebagian besar karyawan mengaku tidak melihat bahwa perusahaan tempat mereka bekerja telah berbuat sesuatu untuk mempromosikan keseimbangan antara hidup dan kerja.

Kurang dari sepertiga karyawan menilai inisiatif-inisiatif organisasi mereka bagus atau bahkan sempurna, namun hampir 6 dari 10 mengeluh bahwa dalam kenyataannya, bos mereka mendorong orang untuk bekerja terlalu keras.

Setidaknya, masih ada kabar gembira. Bagaimanapun diyakini bahwa keseimbangan hidup dan kerja memiliki masa depan yang cerah. Enam dari 10 profesional HR percaya bahwa akan tumbuh lebih banyak pemimpin perusahaan yang memiliki inisiatif-inisiatif keseimbangan hidup dan kerja dalam 5 tahun ke depan.

"Mengembangkan dan mempromosikan program keseimbangan hidup dan kerja bisa menjadi faktor pembeda dalam pasar rekrutmen yang makin menantang dewasa ini di mana terbuka kesempatan-kesempatan yang luas bagi para pencari kerja," ujar VP Riset Monster Jesse Harriott.

Oleh karenanya, tambah Harriott menyarankan, kaum pengusaha dan jajaran pimpinan perusahaan sebaiknya meningkatkan bran ketenagakerjaan mereka dengan menciptakan dan mempromosikan suasana kerja yang fleksibel dan seimbang sebagai sarana yang efektif untuk meningkatkan rekrutmen dan retensi.

Lebih dari tiga perempat karyawan percaya bahwa inisiatif-inisiatif keseimbangan hidup dan kerja berdampak pada loyalitas dan efisiensi karyawan.

Sementara, 6 dari 10 karyawan merasa menghabiskan waktu terlalu banyak untuk bekerja, dengan sepertiga menyalahkan "bos yang memasang ekspektasi terlalu tinggi" dan seperempat mengatakan, mereka bekerja terlalu keras karena harus menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan.

portalhr.com

Rabu, 28 November 2007

How to optimise employee emotions

Emotions play an important role in an organisation’s ability – or inability – to compete successfully, writes David Lee. By following some simple ground rules, managers can develop a positive relationship with employees and harness their emotions for maximum impact on the job

Employee emotions affect primary sources of competitive advantage, such as intellectual capital, customer service, organisational responsiveness, productivity and attraction and retention. Thus, the more skilled an organisation’s management team is at creating a work environment where employees experience positive emotions, the more successful that organisation will be.Knowledge about how to do this has been around for years. The principles and practices involved in bringing out the best in employees are neither arcane nor rocket science. They do take work and patience, though, which is probably why only a small percentage of organisations seem to employee them. Organisations that do the hard work, however, have a workforce that enables them to compete successfully in the marketplace.We first need to recognise the first step that makes any of this possible. That essential first step is management having a clear understanding of the connection between emotions and competitive advantage. Without a clear and compelling ‘why’, no manager will allocate time for learning and implementing the ‘how’.Two final comments before getting to the list. First, the list is not meant to be exhaustive, but rather a sample of what world-class organisations do to optimise employee emotional states. Second, as mentioned previously, these practices are not rocket science. With that in mind, as you read each item on the list, the key question to ask is not “Do I know this?” The key question to ask is “Are we doing this?”

Pay for management development

Make no mistake about it, your organisation pays for one or the other. They either pay the price of cultivating managers’ supervisory and leadership skills, or they pay the price of having managers who don’t know how to deal with people. The impact of an ineffective or abusive supervisor is huge, because in many ways, a supervisor is the organisation to those they supervise. The way supervisors treat employees sets the tone for how employees feel about their work and their employer.

Organisations that cultivate their management team use an array of tools and strategies, including management style assessments, management training, executive coaching, and 360-degree surveys. To make any of this work also requires a clear message from the top that a manager’s value to the organisation is dependent upon their ability to bring out the best in the people they supervise.

Ask employees for feedback

When management doesn’t ask employees for feedback, they are in essence saying, “We don’t care what you think about how we treat you, and besides, we know what’s best for you anyway”. In contrast, when management asks employees for feedback about their management style and practices, they communicate respect and concern. In such an atmosphere, employees are more likely to feel committed to their work and the company.

Asking for feedback isn’t just about communicating respect and concern, though. It’s also about finding out what’s working, and what isn’t. Too often, we assume we know, when we don’t. In one study, conducted by Kepner Tregoe, less than one-third of employees surveyed felt their manager knew what motivated them. Over one-half of the managers surveyed agreed.

Just as smart companies actively and continuously solicit feedback from their customers to find out how well they are meeting their needs, smart companies actively and continuously solicit this kind of feedback from their internal customers – their employees.

Don’t check brains at the door

Few things kill the spirit more quickly than mind-numbing work. Give employees the opportunity to think on the job. Encourage them to improve the work processes they’re involved in. Not only does it make sense – people who do the work usually have the best ideas about how to do it better – it makes work more enjoyable and interesting.In the customer service field, an excellent – and unfortunately underutilised – way to engage employees’ minds, is to turn them into ‘customer service detectives’. Create processes and rewards that encourage them to find out what customers want and then deliver this critical information to key decision-makers.

Give employees control over their work

This strategy is related to the previous one. The more control and autonomy employees have over their work, the more they’re able to use their minds. The issue of control goes far beyond the intellectual realm, though. Decades of research shows that when people feel they don’t have control, their intellectual functioning, interpersonal functioning, and behaviour deteriorate.

Feeling out of control creates tremendous stress and, if chronic, leads to the condition called ‘learned helplessness’, which in turn leads to depression. When employees have a say in their work, and therefore feel in control, they become more energised, enthusiastic, and productive. (Important note: the drive for control is so powerful that if employees aren’t given opportunities for positive control, they will find ways of exerting negative control, such as calling in sick, engaging in work slow downs, illegitimately using short-term disability, and so on).

The power to please the customer

When organisations create policies and practices that hamstring the frontline service professional’s ability to please the customer, they are virtually guaranteeing a demoralised, cynical workforce.

Conversely, if frontline customer service professionals have the power to please the customer, the predominant tone of their interactions is one of appreciation and delighted surprise. This can’t help but create a sense of pride and wellbeing – the emotional foundation of world-class customer service.

Notice when employees do things right

Many managers unwittingly increase their own frustration, while creating a demoralised workforce, by always focusing on employee mistakes. Unfortunately, it’s human nature to notice what’s wrong more easily than what’s right. Since we are all affected by how we are perceived, and since ‘what gets noticed, gets repeated’, giving in to this natural tendency creates a downward spiral of increasing undesirable behaviours and decreasing morale. To prevent this from happening, provide managers with training and coaching about how to become a more consistent ‘good finder’.

By engaging in these management practices, your organisation can create an organisational climate that optimises employee emotions. By helping your management team optimise employee emotions, you will be helping your organisation make a significant impact on the primary sources of competitive advantage in today’s marketplace.



David Lee is the principal of HumanNature@Work. He can be contacted at www.humannatureatwork.com

30 October 2007

sumber: www.humanresourcesmagazine.com

Resah Menunggu (RPP) Pesangon

No. 44 November 2007

Selain sms ucapan mohon maaf lahir bathin, ada satu lagi sms yang menghiasi telpon genggam para aktivis serikat pekerja ketika cuti bersama kemarin , yakni soal bakal disahkannya RPP Pesangon menjadi Peraturan Pemerintah. Di layar ponsel mereka tertera tulisan “Draft sudah ada di meja kerja Presiden, dan berada ditumpukan atas untuk ditandatangani” begitu bunyi sms yang penting-tidak penting itu.

Wakil Ketua Organsasi Pekerja Seluruh Indonsia (OPSI) Timbul Siregar ketika ditemui di kantornya akhir bulan lalu mengakui menerima kabar tersebut. Dan bila apa yang disampaikan SMS itu betul, berarti apa yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla kalau Departemen Keuangan sudah setuju dana iuran pesangon bebas pajak terbukti. Mengingat sebelumnya, ketika berbuka puasa bersama wartawan pertengahan bulan puasa lalu, Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno menjelaskan, kalau RPP yang masih berbentuk draf itu terganjal pasal pembebasan pajak mengenai hasil pengelolaan investasi dana cadangan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja. Dan saat itu Erman mengusulkan agar pengelolaan investasi dari dana pengembangan dan investasi yang berasal dari dana cadangan PHK dibebaskan pajaknya. Namun saat itu belum ada kata sepakat dengan pihak Departemen Keuangan. Hingga akhirnya Wapres turun tangan, ia memerintahkan Erman dan jajarannya berkordinasi dengan Departemen Keuangan dan Ditjen Pajak. Dan akhirnya kesepakatan itu pun muncul.
Bila semua runtutan informasi berjalan semestinya, itu berarti ada dua kemungkinan yang berkembang. Pertama perdebatan panjang yang menyertai perjalanan RPP akan usai sudah. Kemungkinan lainnya adalah pengesahan itu akan menjadi awal dari penolakan selanjutnya.
Kalau lihat gelagatnya sih, kemungkinan kedua justru lebih mungkin terjadi. Bagaimana tidak jauh-jauh hari sedikitnya 13 organisasi serikat pekerja yang berbeda, dengan tegas menyatakan penolakannya.

Mereka yang menolak penerbitan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Pesangon. Organisasi pekerja itu antara lain, KSPSI, Kongres Serikat Pekerja Indonesia, LEM, RTMM, Sarbumusi, dan SP BUMN.
“Jika pemerintah tetap menerbitkan RPP itu, maka kami akan turun ke jalan,” kata Sjukur di Jakarta, akhir bulan lalu. Timbul pun memperkuat ‘ancaman’ itu. Menurut Timbul, bila RPP Pesangon itu disahkan, ia akan menggunakan upaya maksimal untuk melakukan penolakan. “Apapun bentuknya,” tegas Timbul.
Dijelaskan oleh Sjukur, serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) memiliki pandangan yang berbeda tentang kebijakan lima pendapatan tidak kena pajak (PTKP) berbeda dengan amanat UU Ketenagakerjaan (UUK).
“Menurut UUK, dalam memberi perlindungan, konsep yang digunakan adalah konsep perlindungan minimal, bukan maksimal sebagaimana dalam RPP Pesangon,” kata Sjukur.
Dalam RPP Pesangon, pekerja ter-PHK yang berhak mendapat pesangon melalui lembaga penjamin adalah mereka yang bergaji di bawah PTKP yang saat ini senilai Rp 1,1 juta. Total pesangon yang diberikan senilai lima kali PTKP, sementara besaran iuran tiga persen. SP/SB menilai besaran itu tidak cukup untuk membiaya pesangon pekerja.
“Memang dikatakan jika terjadi kekurangan, maka akan menjadi tanggung jawab pengusaha, tapi ujung-ujungnya, pekerja yang dirugikan karena setelah membayar iuran, pengusaha akan lepas tangan,” kata Sjukur. Di sisi lain, dia menyatakan pekerja sepakat jika yang menjadi penyelenggara hanya satu, bukan multiprovider. Sementara itu timbul melihat ada tiga hal yang terlihat jelas dalam RPP tersebut. Yang pertama menurut Timbul, RPP ini begitu diskriminatif. “Penentuan PTKP di bawah 5 juta dengan di atas 5 juta menunjukkan kalau RPP ini mencoba mengkotak-kotakan pekerja,” terang Timbul.
Hal kedua, Timbul melihat RPP yang memberikan wewenang kepada PT Jamsostek untuk melakukan pembayaran pesangon nantinya sebagai upaya membirokratisai proses pembayaran pesangon.

“Lihat saja ketika Jamsostek melakukan pengelolaan jaminan hari tua. Rumit kan? Butuh waktu untuk mencairkan. Dan itu pasti akan terjadi juga ketika Jamsostek diberikan kewenangan untuk membayarkan pesangon nantinya. Kan aneh kalau kita PHK hari ini baru sebulan, atau mungkin malah setahun kemudian kita baru bisa dapat pesangonnya,” ujar Timbul. Buat Timbul kondisi itu amat niscaya, mengingat Jamsostek sebagai lembaga keuangan nantinya harus mampu menjaga cashflownya. Hal lainnya menurut Timbul, adalah tidak adanya daya paksa dari RPP ini. Semua sifatnya himbauan. “Akibatnya bisa saja para pengusaha menolak atau ingkar janji. Kalau sudah begitu yang rugi kan pekerja juga,” ungkap Timbul lagi.
Tidak merugikanSementara itu, Ketua Sub Tim Sosialisasi RPP Pesangon Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi S Lumban Gaol menyangsikan masih adanya penolakan dari serikat buruh, karena menurutnya subtansi yang diatur dalam RPP itu, tidak ada hal-hal yang merugikan serikat buruh atau pekerja. “Karenanya seperti apa penolakan dari serikat buruh terhadap RPP itu, saya pun tidak mengerti jalan pikiran mereka para serikat buruh itu,” terang Gaol.

Karena masih menurut Gaol, ada upaya pemerintah mengatur program jaminan kompensasi pemutusan hubungan kerja. “Kalau ini tidak disambut dengan baik oleh serikat buruh, menurut pendapat saya hal ini menjadi mengaburkan apa sih yang diinginkan oleh serikat buruh, kalau tidak menginginkan perbaikan perlindungan kepada tenaga kerja, saya kira itu menjadi naiflah,” ujar Gaol lagi.
Tujuan dari dibuatnya RPP itu buatnya jelas untuk melindungi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja sehingga dia memperoleh peseangonnya. “Jadi bukan mendorong supaya dilakukajn PHK,” sambungnya. Sehingga bagi Gaol, dasar penolakan itu tidak tepat.
Pria ini juga melihat penolakan itu lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap materi yang ada. Kurangnya pemahaman disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Salah satunya, bahwa dulu dianggap bahwa yang diatur dalam RPP ini akan merugikan, mengurangi yang akan diperoleh oleh pekerja yang ter-PHK. “Tapi perkembangan terakhir kan tidak, Hak pesangon dari pekerja itu sepenuhnya tetap dibayarkan,” ucap Gaol.
Soal penunjukkan Jamsostek, Gaol bilang menurut hasil pembahasan terakhir, badan penyelenggara itu kan ada PT Jamsostek atau asuransi dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bila lembaga asuransi itu dapat meyelenggarakan dengan lebih baik. “Nah jadi kalau bisa diselenggarakan lebih baik, ya boleh. Tapi kalau juga sama seperti yang diselenggarakan oleh Jamsostek, sudah biar saja Jamsostek yang menyelenggarakan,” ucap Gaol.
Ia yakin Jamsostek mampu mengelola dana pesangon itu dengan baik. “Kalau memang track record-nya Jamsostek kurang bagus, justru itulah tantangan Jamsostek ke depan, agar dia lebih dapat dipercaya, dapat memberikan kemanfaatan yang lebih baik kepada pekerja, kan stakeholder pertama dari sekarang program Jamsostek itu salah satunya adalah pekerja, jadi kalau dia memberikan kemanfaatan yang lebih bagus ke depan kan makin disukai kan dia” urai Gaol lagi. Meski begitu dirinya menolak menganggap Jamsostek kurang bagus.


(sumber: portalhr.com)

Masalah seperti ini kenapa sangat sulit untuk diselesikan dinegara kita...apa benar ini hanya karena akibat politik atau memang karena kinerja perusahaan jelek sehingga mereka bangkrut?? yah kita tunggu bagaimana penyelesaiannya. semoga hasil terbaik yang bisa diraih.