Rabu, 28 November 2007

Resah Menunggu (RPP) Pesangon

No. 44 November 2007

Selain sms ucapan mohon maaf lahir bathin, ada satu lagi sms yang menghiasi telpon genggam para aktivis serikat pekerja ketika cuti bersama kemarin , yakni soal bakal disahkannya RPP Pesangon menjadi Peraturan Pemerintah. Di layar ponsel mereka tertera tulisan “Draft sudah ada di meja kerja Presiden, dan berada ditumpukan atas untuk ditandatangani” begitu bunyi sms yang penting-tidak penting itu.

Wakil Ketua Organsasi Pekerja Seluruh Indonsia (OPSI) Timbul Siregar ketika ditemui di kantornya akhir bulan lalu mengakui menerima kabar tersebut. Dan bila apa yang disampaikan SMS itu betul, berarti apa yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla kalau Departemen Keuangan sudah setuju dana iuran pesangon bebas pajak terbukti. Mengingat sebelumnya, ketika berbuka puasa bersama wartawan pertengahan bulan puasa lalu, Menteri Tenaga Kerja Erman Suparno menjelaskan, kalau RPP yang masih berbentuk draf itu terganjal pasal pembebasan pajak mengenai hasil pengelolaan investasi dana cadangan pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja. Dan saat itu Erman mengusulkan agar pengelolaan investasi dari dana pengembangan dan investasi yang berasal dari dana cadangan PHK dibebaskan pajaknya. Namun saat itu belum ada kata sepakat dengan pihak Departemen Keuangan. Hingga akhirnya Wapres turun tangan, ia memerintahkan Erman dan jajarannya berkordinasi dengan Departemen Keuangan dan Ditjen Pajak. Dan akhirnya kesepakatan itu pun muncul.
Bila semua runtutan informasi berjalan semestinya, itu berarti ada dua kemungkinan yang berkembang. Pertama perdebatan panjang yang menyertai perjalanan RPP akan usai sudah. Kemungkinan lainnya adalah pengesahan itu akan menjadi awal dari penolakan selanjutnya.
Kalau lihat gelagatnya sih, kemungkinan kedua justru lebih mungkin terjadi. Bagaimana tidak jauh-jauh hari sedikitnya 13 organisasi serikat pekerja yang berbeda, dengan tegas menyatakan penolakannya.

Mereka yang menolak penerbitan Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Pesangon. Organisasi pekerja itu antara lain, KSPSI, Kongres Serikat Pekerja Indonesia, LEM, RTMM, Sarbumusi, dan SP BUMN.
“Jika pemerintah tetap menerbitkan RPP itu, maka kami akan turun ke jalan,” kata Sjukur di Jakarta, akhir bulan lalu. Timbul pun memperkuat ‘ancaman’ itu. Menurut Timbul, bila RPP Pesangon itu disahkan, ia akan menggunakan upaya maksimal untuk melakukan penolakan. “Apapun bentuknya,” tegas Timbul.
Dijelaskan oleh Sjukur, serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB) memiliki pandangan yang berbeda tentang kebijakan lima pendapatan tidak kena pajak (PTKP) berbeda dengan amanat UU Ketenagakerjaan (UUK).
“Menurut UUK, dalam memberi perlindungan, konsep yang digunakan adalah konsep perlindungan minimal, bukan maksimal sebagaimana dalam RPP Pesangon,” kata Sjukur.
Dalam RPP Pesangon, pekerja ter-PHK yang berhak mendapat pesangon melalui lembaga penjamin adalah mereka yang bergaji di bawah PTKP yang saat ini senilai Rp 1,1 juta. Total pesangon yang diberikan senilai lima kali PTKP, sementara besaran iuran tiga persen. SP/SB menilai besaran itu tidak cukup untuk membiaya pesangon pekerja.
“Memang dikatakan jika terjadi kekurangan, maka akan menjadi tanggung jawab pengusaha, tapi ujung-ujungnya, pekerja yang dirugikan karena setelah membayar iuran, pengusaha akan lepas tangan,” kata Sjukur. Di sisi lain, dia menyatakan pekerja sepakat jika yang menjadi penyelenggara hanya satu, bukan multiprovider. Sementara itu timbul melihat ada tiga hal yang terlihat jelas dalam RPP tersebut. Yang pertama menurut Timbul, RPP ini begitu diskriminatif. “Penentuan PTKP di bawah 5 juta dengan di atas 5 juta menunjukkan kalau RPP ini mencoba mengkotak-kotakan pekerja,” terang Timbul.
Hal kedua, Timbul melihat RPP yang memberikan wewenang kepada PT Jamsostek untuk melakukan pembayaran pesangon nantinya sebagai upaya membirokratisai proses pembayaran pesangon.

“Lihat saja ketika Jamsostek melakukan pengelolaan jaminan hari tua. Rumit kan? Butuh waktu untuk mencairkan. Dan itu pasti akan terjadi juga ketika Jamsostek diberikan kewenangan untuk membayarkan pesangon nantinya. Kan aneh kalau kita PHK hari ini baru sebulan, atau mungkin malah setahun kemudian kita baru bisa dapat pesangonnya,” ujar Timbul. Buat Timbul kondisi itu amat niscaya, mengingat Jamsostek sebagai lembaga keuangan nantinya harus mampu menjaga cashflownya. Hal lainnya menurut Timbul, adalah tidak adanya daya paksa dari RPP ini. Semua sifatnya himbauan. “Akibatnya bisa saja para pengusaha menolak atau ingkar janji. Kalau sudah begitu yang rugi kan pekerja juga,” ungkap Timbul lagi.
Tidak merugikanSementara itu, Ketua Sub Tim Sosialisasi RPP Pesangon Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi S Lumban Gaol menyangsikan masih adanya penolakan dari serikat buruh, karena menurutnya subtansi yang diatur dalam RPP itu, tidak ada hal-hal yang merugikan serikat buruh atau pekerja. “Karenanya seperti apa penolakan dari serikat buruh terhadap RPP itu, saya pun tidak mengerti jalan pikiran mereka para serikat buruh itu,” terang Gaol.

Karena masih menurut Gaol, ada upaya pemerintah mengatur program jaminan kompensasi pemutusan hubungan kerja. “Kalau ini tidak disambut dengan baik oleh serikat buruh, menurut pendapat saya hal ini menjadi mengaburkan apa sih yang diinginkan oleh serikat buruh, kalau tidak menginginkan perbaikan perlindungan kepada tenaga kerja, saya kira itu menjadi naiflah,” ujar Gaol lagi.
Tujuan dari dibuatnya RPP itu buatnya jelas untuk melindungi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja sehingga dia memperoleh peseangonnya. “Jadi bukan mendorong supaya dilakukajn PHK,” sambungnya. Sehingga bagi Gaol, dasar penolakan itu tidak tepat.
Pria ini juga melihat penolakan itu lebih disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap materi yang ada. Kurangnya pemahaman disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Salah satunya, bahwa dulu dianggap bahwa yang diatur dalam RPP ini akan merugikan, mengurangi yang akan diperoleh oleh pekerja yang ter-PHK. “Tapi perkembangan terakhir kan tidak, Hak pesangon dari pekerja itu sepenuhnya tetap dibayarkan,” ucap Gaol.
Soal penunjukkan Jamsostek, Gaol bilang menurut hasil pembahasan terakhir, badan penyelenggara itu kan ada PT Jamsostek atau asuransi dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bila lembaga asuransi itu dapat meyelenggarakan dengan lebih baik. “Nah jadi kalau bisa diselenggarakan lebih baik, ya boleh. Tapi kalau juga sama seperti yang diselenggarakan oleh Jamsostek, sudah biar saja Jamsostek yang menyelenggarakan,” ucap Gaol.
Ia yakin Jamsostek mampu mengelola dana pesangon itu dengan baik. “Kalau memang track record-nya Jamsostek kurang bagus, justru itulah tantangan Jamsostek ke depan, agar dia lebih dapat dipercaya, dapat memberikan kemanfaatan yang lebih baik kepada pekerja, kan stakeholder pertama dari sekarang program Jamsostek itu salah satunya adalah pekerja, jadi kalau dia memberikan kemanfaatan yang lebih bagus ke depan kan makin disukai kan dia” urai Gaol lagi. Meski begitu dirinya menolak menganggap Jamsostek kurang bagus.


(sumber: portalhr.com)

Masalah seperti ini kenapa sangat sulit untuk diselesikan dinegara kita...apa benar ini hanya karena akibat politik atau memang karena kinerja perusahaan jelek sehingga mereka bangkrut?? yah kita tunggu bagaimana penyelesaiannya. semoga hasil terbaik yang bisa diraih.

Tidak ada komentar: